Jadilah Pemilih Rasional Bukan "Buaja Dui" di Pileg 2019 -->

Iklan Semua Halaman

Jadilah Pemilih Rasional Bukan "Buaja Dui" di Pileg 2019

31 Agustus 2018
Merubah Mindset/cara berfikir masyarakat "BUAJA Dui" dalam Memilih wakilnya di DPRD Wajo 2019 - 2024)

Oleh : Andi Atte Jamerro Pakki,SP,M,Si
(Sarjana Pertanian dan Master Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin )
terdaftar Sebagai Bacaleg di Dapil 2 Kabupaten Wajo (Kec.Majauleng-Tanasitolo).

 
Menjelang pemilihan Anggota Dewan 17 April 201-9 tahun depan,  Rakyat sudah seharusnya  memilih secara Rasional calon wakilnya yang akan membantunya atau memfasilitasinya dalam memperjuangkan kepentingan pembangunan di Desa/ wilayah tempat Tinggalnya.

Masyarakat jangan lagi mengharapkan Calon yang berlimpah materi karena mengharapkan diberi uang dari Calon wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akan berjuang untuk kepentingan Desanya, karena akan berakibat, si calon akan berfikir harus mengembalikan uangnya yang banyak keluar ketika dihamburkan ke masyarakat BUAJA DUI.

Tapi jadikanlah Calon Wakilnya seperti menyiapkan "Ayam Petarung" di DPRD Kabupaten Wajo nanti untuk bertarung memperjuangkan kepentingan pembangunan Desanya dan bukan berfikir untuk kepentingan pribadinya, dan seharusnya  masyarakatlah yang harus berkorban untuk memenangkan AYAM PETARUNG nya, yang Bukan Jago Berkelahi, tapi bisa diandalkan kemampuannya Mengolah ide dan gagasan atau Visi Misinya dalam membantu mengembangkan atau menyerap aspirasi dari masyarkat di Desa sebagai basis pemilih demi MEMBANTU kemajuan Desa masyarakat itu sendiri. Logika sederhananya tidak mungkin calon PEMBANTU dimintai Uang untuk membantu Kita,  justru masyarakat harus berfikir sebaliknya.

Berbiicara soal rasionalitas ada beberapa pendapat ahli yg bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui anda berada di Golongan Pemilih yg Rasional atau Pemilih BUAJA DUI (MATRE), Evans dan Over (1997) membedakan dua konsep rasionalitas. Pertama, rasionalitas sebagai berpikir, berbicara, berargumen, mengambil keputusan, dan beraksi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif (R1). Rasionalitas jenis ini lebih mengedepankan alasan-alasan pribadi guna mencapai tujuan personal.

Kedua, rasionalitas sebagai berpikir, berbicara, berargumen, mengambil keputusan, dan beraksi berdasarkan sebuah sistem normatif tertentu (R2). Rasionalitas jenis ini lebih menekankan pada seberapa besar derajat kesamaan (konformitas) antara keputusan individu dengan “best-practice” yang terdapat dan diyakini kebenarannya dalam masyarakat.

Sementara rasionalitas deskripsi diartikan sebagai derajat keputusan atau perilaku dibandingkan dengan sebuah standar hasil yang ditelurkan rasionalitas kalkulasi. Beragamnya makna rasionalitas menunjukkan banyaknya perspektif terhadap rasionalitas.

Secara umum rasionalitas dapat dipahami sebagai penggunaan nalar untuk menimbang-nimbang sesuatu guna mencapai suatu tujuan tertentu yang baik bagi sang penalar itu khususnya, maupun orang lain pada umumnya. Dalam konteks pemilu, pemilih rasional berarti pemilih yang menggunakan hak pilihnya karena alasan rasional, bukan karena alasan fanatisme, mistik, supranatural, metafisik atau gaib.

Jadi, masyarakat memilih suatu partai politik atau calon pemimpin karena tujuan kebaikan yang ingin didapatkan ada pada partai atau calon yang diusung partai-partai.

Masyarakat perlu memilih kandidat Wakilnya secara rasional dengan menggunakan nalar untuk menimbang-nimbang rekam jejak atau program apa, atau bagaimana kandidat itu memecahkan persoalan daerahnya saat kelak terpilih mewakilinya di parlemen. Sudah bukan waktunya lagi memilih berdasarkan pertimbangan penampilan fisik atau gestur, karena bisa saja itu palsu dan menipu, atau merupakan bagian dari strategi pencitraan yang sudah direncanakan, sebagai bagian strategi politik.

Politisi pasti akan melakukan pencitraan. Tidak salah memang. Dalam banyak hal ini diperlukan para politisi, setidaknya untuk menarik perhatian masyarakat di dapilnya. apalagi jika sudah masuk musim kampanye setelah penetapan DCT akhir september 2018 nanti

Tidak terlalu sulit sebetulnya bagi Masyarakat Kabupaten Wajo untuk menilai seorang kandidat, apalagi yang sudah dikenal oleh masyarakat di waktu sebelumnya. Rakyat di Desa sudah tahu apa yang telah terjadi pada partai-partai itu dan para tokohnya, juga kerja dan kinerjanya di parlemen. Lima tahun terakhir ini, masyarakat lebih banyak disuguhi drama-drama menyesakkan dan mengecewakan. Kinerja anggota Parlemen Pusat  yang jargon partainya antikorupsi dan spirit ingin merubah. nyatanya tokoh-tokoh utamanya terlibat korupsi.

Ada partai yang mengaku religius dan bersih, nyatanya tersangkut kasus korupsi juga. Dan hampir seluruh partai ada anggotanya yang tersangkut kasus korupsi. Masyarakat jangan lagi terjebak pada slogan dan jargon dahsyat partai partai politik yang punya rekam jejak buruk di masa sebelumnya. Jika publik marah dan kecewa, inilah waktu yang tepat untuk “menghukum” dengan tidak memilihnya.

Daerah termasuk Kabuoaten Wajo perlu politisi  yang punya spirit membangun dan memajukan Desa di dapilnya dengan tulus dan sungguh-sungguh, melalui program-program visioner yang solutif dan progresif, yang mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara, di atas kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan asing.

Kunci utama saat ini ada di tangan Rakyat pemilih. Jika publik memilih bukan karena pertimbangan rasional, bangsa ini kembali akan diisi para politisi yang sama-sama MENGECEWAKAN, dan pemilu tidak punya makna apa-apa selain kesiasiaan. Ini tentu tidak diharapkan.

MARI MEMILIH SECARA RASIONAL.